Puisi Mantra – Apa yang kamu ketahui tentang puisi mantra? Mungkin banyak orang menganggap bahwa itu berkaitan dengan hal-hal yang negatif atau bahkan sebuah baca-bacaan yang sesat. Padahal sebenarnya hal tersebut bisa dikatakan kurang tepat.
Pengertian Puisi Mantra
Puisi mantra adalah puisi tua, yang keberadaannya dalam masyarakat khususnya suku melayu pada zaman dahulu bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak dengan adat dan kepercayaan. Yang digunakan sebagai doa, serta memiliki unsur mistis di dalamnya.
Ciri-Ciri Puisi Mantra
Puisi mantra memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Memiliki rangkaian kata yang berirama
- Memiliki unsur magis ( suasana misteri) yang tidak dibuat-buat
- Kepercayaan akan pengaruh kata
- Daya ekspresi yang paling elementer dan asasi
18 Contoh Puisi Mantra
Berikut ini adalah kumpulan puisi mantra yang bisa kami pelajari untuk mendalami tentang jenis puisi lama ini:
Apa Kautahu
(Sutardji Calzoum Bachri)
Gajah besar yang lumpuh
onggok dukaku onggok dukakuy
celah resah yang rusuh
lukakitaku lukakitaku
siapa dapat meneduh rusuh
dalam hatiku dalam hatimu
siapa dapat membalut luluh
yang padamu yang padaku
siapa yang dapat turunkan sauh
dalam hatiku dalam hatimu
siapa dapat membasuh lusuh
apa kautahu apa kautahu?
Colonnes Sans Fin
(Sutardji Calzoum Bachri)
Tiang tanpa akhir tanpa apa di atasnya
Tiang tanpa topang tanpa apa di atasku
Tiang tanpa akhir tanpa duka Lukaku
Tiang tanpa siang tanpa malam tanpa waktu
Tiang tanpa akhir menuju ke mana kau dan aku
Yang langit koyak yang surga tumpah karena tinggi tikammu
Luka terhenyak neraka semakin galak dalam botolmu
Tiang tanpa akhir ah betapa kecilnya kau jauh dibawah kakiku
Denyut
(Sutardji Calzoum Bachri)
Akan kau kau kan kah hidupmu?
Kau nanti kau akan kau mau kau mau
Siapa yang tikam burung yang waktu
Waktukutukku waktukutukku waktukutukku waktukutukku
Kapan kau sayap diam batu
Battuba battubi battubu
Yang langit yang gapai yang sangsai
Denyutku denyutku denyutku
Hemat
(Sutardji Calzoum Bachri)
dari hari ke hari
bunuh diri pelan pelan
dari tahun ke tahun
bertimbun luka di badan
maut menabungKu
segobang segobang
Herman
(Sutardji Calzoum Bachri)
Herman tak bisa pijak di bumi tak bisa malam di bulan
Tak bisa hangat di matahari tak bisa teduh di tubuh
Tak bisa biru di lazuardi takk bisa tunggu di tanah
Tak bisa sayap di angin tak bisa diam di awan
Tak bisa sampai di kata tak bisa diam di diam tak bisa paut di mulut
Tak bisia pegang di tangan takbisatakbisatakbisatakbisatakbisatakbisa
Di mana herman? Kau tahu?
Tolong herman tolong tolong tolong tolongtolongtolongtolongngngngngng!
Jadi
(Sutardji Calzoum Bachri)
Tidak setiap derita
Jadi luka
Tidak setiap sepi
Jadi duri
Tidak setiap tanda
Jadi makna
Tidak setiap tanya
Jadi ragu
Tidak setiap jawab
Jadi sebab
Tidak setiap seru
Jadi mau
Tidak setiap tangan
Jadi pengan
Tidak setiap kabar
Jadi tahu
Tidak setiap luka
Jadi kaca
Memandang Kau
Pada wajahku!
Kalian
(Sutardji Calzoum Bachri)
Pun
Kubur
(Sutardji Calzoum Bachri)
Di lapangan berlayar kubur-kubur
Kau dengar denyarnya
Membawa Pelabuhan pergi
Di luar kubur
Orang-orang tanpa Pelabuhan
Melambaikan tangan
Para pelaut
Tak memberikan lambaian kembali
Mantera
(Sutardji Calzoum Bachri)
Lima percik mawar
Tujuh sayap merpati
Sesayat langit perih
Dicabik puncak gunung
Sebelas duri sepi
Dalam dupa rupa
Tiga menyan luka
Mengasapi duka
Puah!
Kau jadi Kau
Kasihku
Gerisa
(Sides Sudyarto)
Ya maraja jaramaya
Ya marani niramaya
Ya silapa palasiya
Ya mirado raodamiya
Ya midosa sadomiya
Ya dayuda dayudaya
Ya siyaca cayasiya
Ya sihama mahaiya
Nuh
(Sutardji Calzoum Bachri)
Di tengahnya luka paya-paya
Lintah hitam makan bulan
Taklagi matari
Jam ngucurkan
Detak nanah
Tak ada yang luput
Bahkan mimpi tak
Tanah tanah tanah
Beri aku puncak
Untuk mulai lagi berpijak
O
(Sutardji Calzoum Bachri)
Dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau
Resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
Raguku ragukau raguguru ragutahu ragukalian
Mauku maukau mautahu mausampai maukalian maukenal maungapai
Siasiaku siasiakau Siasia siabalau siarisau siakalian Siasia
Waswaku waswakau waswakalian waswaswaswaswaswaswaswaswas
Duhaiku duhaiku duhairindu duhaingilu duhaikalian duhai sangsai
Oku okau okosong orindu okalian obolong o risau o Kau O..
Perjalanan Kubur
(Sutardji Calzoum Bachri)
Luka ngucap dalam badan
Kau telah membawaku
Ke atas bukit, ke atas karang, ke atas gunung, ke bintang-bintang
Lalat-lalat menggali perigi dalam dagingku
Untuk kuburmu Alina
Untuk kuburmu Alina
Aku menggali-gali dalam diri
Raja dalam darah mengaliri sungai-sungai
Mengibarkan bendera hitam
Menyeka matahari
Membujuk bulan
Teguk tangismu Alina
Sungai pergi ke laut membawa kubur-kubur
Laut pergi kea wan membawa kubur-kubur
Awan pergi ke hujan membawa kubur-kubur
Hujan pergi ke akar ke pohon ke bunga-bunga
Membawa kuburmu Alina
Wa Wa
(Ibrahim Sattah)
‘tu bulan ‘tu bintang waw a ‘tu pucuk malimali
Menjuntai awan
Dengan tertegun
Wa wa darah siapa yang tumpah
Wa wa gapai siapa tak sampai
Wa wa hati siapa tak sedih
Sayang pada rindu resah siapa yang dalam
Bisa pada luka keris siapa yang tikam
‘tu bulan tu bintang wawa ‘tu pucuk malimali
Menjuntai awan
Dan tertegun
Sejak
(Sutardji Calzoum Bachri)
Sejak kapan sungai dipanggil sungai
Sejak kapan tanah dipanggil tanah
Sejak kapan derai dipanggil derai
Sejak kapan resah dipanggil resah
Sejak kapan kapan dipanggil kapan
Sejak kapan kapan dipanggil lalu
Sejak kapan akan dipanggil akan
Sejak kapan akan dipanggil rindu
Sejak kapan ya dipanggil tak
Sejak kapan tak dipanggil mau
Sejak kapan Tuhan dipanggil tak
Sejak kapan tak di panggil rindu?
Solitude
(Sutardji Calzoum Bachri)
Yang paling mawar
Yang paling duri
Yang paling sayap
Yang paling bumi
Yang paling pisau
Yang paling nancap
Yang paling dekap
Samping yang paling
Kau!
Sonet: X
(Sapardi Djoko Damono)
Siapa menggores di langit biru
Siapa meretas di awan lalu
Siapa mengkristal di kabut itu
Siapa mengertap di bunga layu
Siapa cerna di warna ungu
Siapa bernafas di detak waktu
Siapa berkelebat setiap kubuka pintu
Siapa mencair dibawah pandangku
Siapa terucap di celah-celah kataku
Siapa mengaduh di bayang-bayang sepiku
Siapa tiba menjemput berburu
Siapa tiba-tiba menyimak cadarku
Siapa meledak dalam diriku
: siapa aku
Tangan
(Sutardji Calzoum Bachri)
Seharusnya tangan bukan hanya tangan tapi tangan yang memang tangan tak Cuma tangan tapi tangan yang tangan pasti tangan tepat tangan yang dapat lambai yang sampai salam
Seharusnya tangan segumpal jari menulis sia sekedar duri menulis luka mengusap mata namun gerimis tak juga reda.
Walau lengkap tangan buntung walau hampir tangan bunting walau satu tangan buntung
Walau setengah tangan buntung yang copot tangan buntung yang lepas tangan buntung
Yang buntung tangan buntung
Segala buntung segala tak tangan
Hanya jam yang lengkap tangan menunjuk entah kemana
Demikian puisi mantra yang dikenal sebagai jenis puisi paling tua yang ada di nusantara, mari kita budayakan puisi sebagai warisan karya sastra Indonesia yang akan tetap ada untuk generasi selanjutnya. Semoga ini bermanfaat bagi kalian semua