Contoh Puisi Pendidikan– Puisi selalu memiliki ciri khas bahasa yang arkais serta menggunakan gaya bahasa yang berbeda- beda sesuai dengan kekhasan penyairnya. Puisi juga biasa digambarkan sebagai pengungkapan rasa kepada sesuatu hal baik itu kepada alam sekitar atau bahkan kepada seseorang.
Puisi memiliki banyak jenis sekarang ini dan biasa di bacakan ketika ada acara-acara khusus yang menyangkut suatu hal tidak terkecuali jenis puisi Pendidikan. Berikut ini adalah contoh puisi Pendidikan yang mengutarakan perasaan kepada seorang guru. Semoga contoh puisi Pendidikan ini dapat membantu kalian dalam mengungkapkan perasaan rasa terima kasih atas jasa besar yang diberikan oleh setiap guru kepada kita. yuk simak contoh puisi pendidikannya
Baca juga : Pengertian Puisi |
Contoh Puisi Pendidikan
Jangan Ajari Aku Korupsi, Guruku
Kureguk ilmumu di satt aku dahaga akan ilmu
Kurasakan hangat kasih sayangmu kala engkau tebarkan teladan buat anakmu
Senyum sapa salammu setia menyambut kedatanganku
Tanpa kenal Lelah engkau tebarkan kebajikanmu
Aku mungkin bukan anak yang pintar
Aku ingin meraup ilmu yang engkau ajar
Ilmumu aku goreskan dengan ujung pena
Di atas buku kusimpan jejak tulisanmu penuh rasa
Kuhayati tutur katamu dengan sepenuh jiwa
Aku ke sekolah bukan ingin mengumpulkan pundi-pundi angka
Aku mungkin bukan anak yang layak menyandang juara
Aku hanyalah anak negeri yang ingin melukis masa depan dengan penuh asa
Aku ingin membekali diri dengan ilmu yang kau semaikan sepanjang masa
Aku ingin guruku memberi angka apa adanya
Bukan angka basa-basi biar aku terlihat anak digdaya
Menipuku diriku.. orang tua.. dan seluruh bangsa
Meski aku tahu guruku takut dikatakan gagal mendidik anak bangsa
Terpaksa memberi angka yang cetar membahana
Di bawah ancaman tunjangan takkan cair kalau anak diberi angka apa adanya
Guruku… jangna ajari aku korupsi
Beri kami angka sesuai bukti yang engkau miliki
Itulah wajah kami yang masih harus belajar lebih keras lagi
Agar negeri ini kelak melahirkan generasi emas yang hakiki
Mampu berdikari taklukkan dunia yang kian berkompetisi
Bukan emas palsu yang menipu diri sendiri
Guruku.. ajarkan kami sepenuh hati dengan kejujuran dan hati Nurani
(Abdul Hakim)
PENA
(Ade Lanuari Abdan Syakuro)
Pena…
Kuikat ilmu dengannya..
Kutulis kisah sejarah bersamanya..
Pena..
Kugapai cita-cita dengannya
Tak lupa teriring doa dan usaha
Sebagai wujud penghambaanku pada sang pencipta
Pena..
Bersamanya, kutulis cerita cinta berbau surga
Agar manusia tak terjebak pada dunia yang fana
Tak jelas asalnya, tak jelas pula hasilnya
Pena..
Simbol peradaban dari zaman purba ke zaman aksara
Di mana manusia tak lagi menghambakan diri pada mitos yang tak jelas asalnya
Pena..
Dengannya, hidup manusia menjadi mulia
Lantaran mencari ilmu untuk kesejahteraan dunia
Lelang Pendidikan
(Ahmad Latiful Ansori)
Pendidikan…
Kata yang di dengungkan oleh banyak kalangan
Katanya
Pendidikan itu tak memandang latar belakang
Namun, apalah daya
Itu ‘Cuma’ slogan
Entah jaman yang telah berevolusi
Atau sedari dulu tetap begini
Pendidikan adalah hak setiap warga
Namun, mana buktinya
Kami beli, kamu juga yang menjual
Itu kata yang sering terlontar, dari orang yang katanya berpendidikan
Kami beli mahal, maka kami juga mendapatkan yang mahal
Pantas saja jika negara ini tak mencapai kejayaan
Kelakuan orang-orang berpendidikan tak lagi bisa diharapkan
Pendidikan investasi masa depan
Namun, bukan berarti Pendidikan sebagai alasan untuk meraup pajak besar-besaran
Bukan pula sebagai alasan untuk meletakkan kaki di atas hidung anak jalanan
Mau sampai kapan, Pendidikan akan terus dilelang
Hingga rakyat kecil musnah dengan perlahan?
Atau hingga jas mengkilat tak lagi muat yang di kenakan?
Tak hanya tuan yang membutuhkan
Tapi, kami juga tak meminta
Karena kami tak sanggup jika harus bermain lelang
Dengan apa yang seharusnya kami dapatkan
Pahlawan yang Terlupakan
(Ahmad Muslim Mabrur Umar)
Cermatilah sajak sederhana ini, kawan
Sajak yang terkisah dari sosok sederhana pula
Sosok yang terkadang terlupakan
Sosok yang sering tak dianggap
Ialah pahlawan yang tak ingin disebut pahlawan
Terka-lah kiranya siapa pahlawan ini
Ingatlah lagi kiranya apa jasanya
Ia tak paham genggam senjata api
Ia tak bertarung di medan perang
Ucap, sabar dan kata hati menjadi senajtanya
Keberhasilanmu kawan, itulah jasanya
Cerdasmu dan cerdasku itu pula jasanya
Bukan ia yang diharap menang
Dapatkah kiranya jawab siapa pahlawan ini
Karenanyalah kudapat tulis sajak ini
Karenanya lah kau dapat baca sajak ini
Luluknya ialah pahlawan tanpa tanda jasa
Mungkin telah teringat olehmu kawan
Mungkin telah kau terka jawabnya
Ialah pahlawan dan orang tua kedua
Ialah guru, sang pahlawan yang terlupakan
Contoh Puisi Pendidikan
Tombak Keberhasilanku
(Amanda Nurdhana D)
Pena menari di atas kertasku
Menulis setiap kata yang kau ucapkan
Memberikan secercah cahaya dalam kegelapan
Menuntunku menuju jalan kesuksesan
Walau letih terlihat di wajahmu tak menghapus semangatmu
Kau selalu mendampingiku menuju cita-citaku
Mengajariku hal-hal baru
Walau sikap nakalku terkadang mengganggumu
Sungguh besar pengabdianmu
Untuk mencerdaskan generasi mudamu
Terima kasih kuucapkan untukmu
Guruku….
Kau adalah orang tua keduaku
Kan kukenang selalu jasamu
Sekali lagi kuucapkan terima kasih untukmu
Semoga selalu bahagia hidupmu
Kebaikan akan selalu menyertaimu
Senandung Literasi
(Anisah Izdihar Nukma)
Senja ini semburat merah mewarna langit yang abu
Anganku terbang pada masa belajar mengejar
Kala itu, aku tersenyum mendengar dongeng pelajar nusantara
Sang penakluk bukit, penyisir sungai yang handal
Para pengejar ilmu, penggerak peradaban
Teruntuk pecinta ilmu
Membaca adalah bukti rindu menyeruak
Memaksa mata terkunci dengan baris dan baitnya
Lantas waktu bertransformasi jadi anak panah berkecepatan tak hingga
Dunia memang tak menjadi milikku, tapi aku mencipta duniaku sendiri
Aku ingin berkata lewat aksara, goresan pena
Merapal doa dan nasihat untuk maslahat
Diam untuk membaca, berkata untuk bercerita
Sebab literasi tak melulu tentang seni, tapi juga keinginan berbagi
Tinta senja adalah katalis bagi zaman yang tengah miris
Malam segera tiba, tapi fajar pasti menyingsing setelahnya
Maka mimpi dan usaha harus di gerilya demi mentari yang lebih jingga
Peti Emas Sejuta Mimpi
Mimpi ini terasa terkubur begitu dalam
Begitu dalam sampai tak bisa tergali
Ingin ku keluarkan mimpi-mimpi itu sekarang
Tapi itu tidaklah mudah..
Butuh sejuta peti emas untuk menggali mimpi itu
Itulah mahalnya Pendidikan
Begitu mahal sampai harus mengubur mimpi ini.
Sungguh ku buuth peti ema situ
Apalah daya, mengisi perut keroncong pun sulit
Apakah hanya mimpi seorang anak pejabat yang bisa tumbuh?
Apakah niat tidaklah cukup tanpa seperti emas?
Zaman yang begitu kaya..
Bukan karena kebodohan kami tidak bisa menggapai mimpi kami.
Tapi karena peti emas yang tidak bisa kami dapatkan.
Begitu kaya karena sejuta mimpi yang terkubur dengan sejuta peti emas.
Lebih baiklah tak perlu bermimpi
Dari pada harus bermimpi tapi terkubur jua
Jam Kosong Kami Bahagia
( AR. Izzal Muflihin)
Betapa bahagia kami
Jam kosong tak ada guru terasa lagi
Telah menjadi tradisi; lumrahnya kami
Merekah senyum bahagia sana-sini
Dan di sudut kiri
Guru mulai menyibukkan diri; melupa kepada kami
Ada yang membangkit senum dari tidurnya
Ada yang membaca buku lalu menertawakannya
Ada pula yang mencela, pada daftar nama yang tertera
Begitulah kami
Pelajar generasi negeri ini
Yang gembira tiada henti
Kala jam kosong tak terganti
Contoh Puisi Pendidikan
BUKU
(Ari Maulana)
Buku adalah jendela dunia…
Membaca membuat kita pintar
Memahaminya membuat kita sadar
Bahwa bumi tidaklah hanya alam sekitar
Banyak pemahaman di dalamnya
Banyak pengetahuan isinya
Melalui buku kita tahu segalanya
Melalui buku kitab isa menjelajah angkasa
Buku..
Banyak sekali jasamu
Isi perut Bumi pun bisa ku tahu
Hanya dengan membaca dan memahami mu
Tak pernah ku salami lautan luas
Tak pernah ku jelajah kutub utara
Namun melalui buku aku bisa tahu
Hanya dari buku aku merasakan
Berbagai mahluk yang tinggal di lautan
Dinginnya udara di kutub sana
Terima kasih untuk mu buku
Telah membuka wawasan ku
Serta mengajari aku berbagai ilmu
Kisah Seorang Gadis & Tujuh Puluh Dua Mata
(Ayu Regina)
Di pelataran 9m x 8m
Berdiri seorang gadis tersenyum kecut bersilang sengkarut
Tujuh puluh dua mata memandang nanar, simbol pupusnya karsa
Mata mereka cermin hati yang lama tersayat, berklandestin, tak terlibat
Tujuh puluh dua mata menjadi saksi, perang pena tak lagi jadi tradisi
Sedangkan gadis itu manifestasi kenaifan, kekeluan, dan kepastian
Interaksi menjadi komoditas mewah tergantikan lembar isian
Keduanya bersimpuh pasrah seakan segalanya telah digariskan
Enggan bertanya meski pikiran berperang karena tak mengerti
Enggan berpendapat meski kata-kata terhimpun bergelaparan
Cari aman begitu filosofinya
Keberaksaran adalah anekdot manusia-manusia titisan dewa
Terlalu jauh untuk dijangkau, terlalu sulit untuk dimengerti
Alih-alih menunjukkan eksistensi
Segala macam informasi pun habis dikonsumsi
Tak tanggung-tanggung, pasase belaka dijadikan pembenaran
Tanpa adanya pisau Analisa sebagai kendaraan karena taka da pembiasan
Melimpah teori, miskin praktik
Integritas menjadi tanya setiap pribadi
Di mana manusia-manusia cerdas yang merdeka ini?
Musnahkah dia? Atau benarkah suguhan sejarawan Inggris, Arnold J. Toynbee
Peradaban kita tinggal menunggu mati
Seiring hilangnya Pendidikan moral nan manusiawi
Telegram Dari Karl Marx
(Deni Puja Pranata)
Derak jam berlin jatuh
Kapal-kapal membawa firman
Atas rindu, atas keyakinan
Terhempas di dada Gorki
Aku baca, aku teguk hingga larut malam
Di laut Madura, di jantung kota, di trotoar,
Dan di sisa peristiwa yang terpenggal sejarah.
Aku baca dengan hati-hati
Lukisan nelayan, petani tembakau, dan
Huruf-huruf yang mengepal di jari-jarinya
Sekali lagi dan seterusnya, aku baca, aku teguk
Di bilik malam, di pucuk kamboja, sampai kepalaku pecah.
Derak jam Belin jatuh
Kapal-kapal membawa firman
Pada siapa kutitipkan kepala yang pecah?
Sempat yang Tak Kau Ingat
(Dita Feby Indriani)
Mencintai kata dalam setiap pergantian senja,
Merangkai dan menyemai meski mata terjaga,
Adalah
Nikmat dan sebuah sempat yang jarang teringat.
Banyak desah cerita yang berkoar,
Nada gelisah yang tak kunjung usai,
Mengartikan
Perjalanan mencintai kata terdengar terjal.
Tidakkah mencintainya bukan perkara rumit?
Bahkan kau tanam bibit jauh sebelum semua terdengar sulit.
Ah kau lupa,
Mencintai kata dalam setiap pergantian senja
Adalah
Nikmat dan sebuah sempat yang jarang teringat.
Mungkin berat melahap selembar demi selembar kata
Menuai angka yang nilainya tak seberapa
Tapi, apakah kini kau pura-pura lupa?
Pada perkara yang kau lantunkan kepada-Nya
Pada tangis yang kau siramkan di sepertiga malam-Nya
Ah kau memang lupa,
Mencintai kata dalam setiap pergantian senja
Sungguh nikmat dan sempat yang jarang teringat
Contoh Puisi Pendidikan
Sekolahku
(Diyah Rachmawati Tohari)
Engkau hanya seonggok batu yang termakan debu
Tapi tak ada jemu dalam jembatan ilmu
Jantungmu mendenyutkan cerita
Semangatmu mengucap cita-cita
Dan hadirmu selalu terkenang
Kisah penting bermula dari bangkumu
Yang terbaik melangkah melalui tapak jalanmu
Gelak tawa maupun sendu yang hadir
Menjadi lembar pembuka tabir
Di tempat engkau berdiri
Jutaan pelita menyembul untuk negeri
Jembatan masa depan yang menyambung
Sekolahku, namamu akan selalu bergaung
Tinta Hitamku
(Eersta Tegar)
Sunyi, gersang, redup..
Itulah diriku
12 tahun sudah mengemban ilmu, dengan rasa pilu
Diriku hanya insan biasa, yang masih kaku dalam mencarimu
Aku harus bangkit, bangkit dan bangkit
Demi sebuah kemenangan sejati
12 tahun sudah bersama tinta hitamku, menorehkan kata per kata
Di atas selembar kertas putih
Di sini bukan masalah gelar ataupun pangkat, namun masalah jati diri
Bukan untuk menjadi kaya, Bukan!!
Cukup menjadi sebuah acuan dalam kehidupan
Di negeri ini aku menuntut ilmu, mencari hal baru dalam sebuah titik temu
Tinta hitam yang ku bawa bersama setumpuk buku
Kini menjadi saksi bisu dalam perjalananku
Mencapai nilai sempurna bukanlah hal yang mudah
Tidak cukup dengan membaca dan menulis
Tak perlu bersandiwara untuk menjadi perwira
Benar, aku memang harus giat
Giat untuk sukses dalam kiat-kiat
Jangan biarkan otak kalian membeku hingga menjadi abu
Asahlah layaknya sebuah pisau yang tajam
Yakin bahwa masa depan ada di depan mata
Rubah “yang Diharapkan”
(Eka Nur Estetis)
Ikal batin dalam rayuan
Memikat waktu dengan kepandaian
Merayu dengan segala iming kesenangan
Tanpa mengingat persaingan
Jeritan tak mampu memudarkannya
Kata tak dihiraukan, penyemangat untuknya
Sebagian merasa masygul
Keras memikirkan perubahan
Menghilangkan rasa kemasygulan
Berdoa pada ilahi
Rubah “ yang diharapkan” segera terjadi
Mimpi dan Cita
(Elisabeth Yofrida)
Tersenyum aku menahan getir dan rintihan jiwa
Sebab impian dan cita-cita terhenti
Oleh ketidakmampuanku dan tiadanya dukungan orangtua
Kusimpan mimpiku setelah lepas masa Putih Abu
Perjuanganku belum berakhir
Walau setitik harapan sudah kudapat
Pada kota penuh cahaya ini
Aku datang untuk pergi, berkelana merajut cita
Tentang semua mimpi dan cita
Takkan pernah ada kata menyerah
Meski berpuluh kali aku telah jatuh
Berpuluh kali pula aku bangkit lagi
Di atas tanah bumi pertiwi aku melangkah
Di atas tanah ini pula ku berbakti, menuntut ilmu
Akan kutunjukkan pada Dunia, aku bisa
Aku mampu meraih mimpi dan cita-citaku, di Indonesia
Sang Guru
(Fitriana Munawaroh)
Tentang kegelapan…
Tentang buta pada zaman dahulu kala..
Tentang kebodohan yang merajalela…
Dan tentang sosok penumpas itu semua…
Ialah sang guru…
Sosok yang ikhlas berbagi ilmu..
1,2,3,4 dan seterusnya..
Harapnya tetap tak lekang dimakan usia…
Tetap basi dari sebuah tradisi…
Dia tetap mulia..
Dengan segala wibawanya..
Masa depan?
Jangan kau tanyakan…
Aku dan kamulah sang harapan
Menjadi lebih hebat dari apa yang ia ajarkan..
Maka genggamlah apa yang ia percayakan..
Berpendidikanlah
(Iin Fajar Duhri Saputri)
Berpendidikanlah..
Maka hidupmu akan berubah..
Berpendidikanlah..
Maka mata yang mulanya hitam akan terang
Berpendidikanlah..
Maka resahanmu akan menjadi emas
Banyak orang menganggur karena sekolah
Banyak orang pontang-panting karena sekolah
Memanglah Pendidikan bukan jaminan
Tapi hendaknya berusahalah
Berpendidikanlah..
Dunia tidak hanya membutuhkan kepandaianmu
Kini dunia tidak butuh itu
Karena Cuma pandai itu tidak cukup
Yang dibutuhkan hanya tekadmu
Niatmu…
Semangatmu..
Usahamu..
Pemerintah itdak akan mempersulitmu
Gunakan semua fasilitas
Semua ini untuk generasi bangsa
Manfaatkan.. manfaatkan..
Masa depanmu di tanganmu
Pendidikan hanyalah jembatan
Hanyalah sarana
Bangkitlah..
Majulah..
Lihatlah dirimu
Apa kau ingin seperti orangtuamu
Air mata yang terus membasahi pipinya
Apa tak kasihan
Di maana hatimu..
Ini semua untuknya bukan
Ayo bangkitlah
Ayo majulah
Ayo buktikan
Demi orang tuamu
Hingga dirimu berubah menjadi jingga yang ranum
Jiwa-Jiwa yang Hilang
(Izzah Ummi Bariroh)
Hidup dengan warnanya mulai berubah
Hujan dengan tangisnya mulai menjauh
Langit dengan senyumnya mulai memudar
Angin dengan hembusannya mulai menghilang
Rangkaian cerita hidup terukir rumit
Menjadi jeritan anak didik di negeri yang terselimpit
Cerita yang indah hanyalah poster yang membaik
Di balik kata-kata indah yang penuh dengan suara ringkik
Wahai jiwa-jiwa yang menghilang
Di manakah selama ini kau sembunyikan???
Butiran Mutiara indah Pendidikan
Yang membawa senyum palsu membahagiakan
Kami merindukanmu
Sosok sang patriot pejuang bangsa
Menjadi kebanggan setiap jiwa atas anugerah
Menjadi pejuang kehidupan di bawah uraian air mata
Ini negeri kami!!!
Ini bumi Kami !!!
Ini daerah kami !!
Dan ini sekolah kami!!
Sampai hati kalian meninggalkan kami
Di antara buaan air amta yang tiada henti
Tak inginkan kalian melindungi kami
Bertaruh melawan kebodohan di negeri ini
Ibu pertiwi menangis.
Melihat para generasi muda kian menjerit
Dalam kesengsaraan budi yan tak berarti
Hanya demi kesenangan diri pribadi..
Wahai engkau yang kami rindukan
Kebodohan terus saja menyerang kami
Tak seorang pun memedulikan nasib kami
Kisah keluh, kicauan seribu kali pun tak menjadi arti
Wahai engkau yang kami rindukan
Masihkah ada harapan kami untuk berbalas budi
Tetes air mata darah menjadi saksi kami
Rintangan jalar menjadi bagian hidup ini
Ketidaktahuan akan ilmu menjadi realita yang hakiki
Wahai engkau yang kami cari-cari
Tak bisakah engkau hentikan kekacauan ini
Hanya untuk membuat ibu pertiwiku tersenyum kembali
Contoh Puisi Pendidikan
Gadis Kecil
(Khalif Akmal)
Memang ini bukan harapnya
Rintih takdir terlanjur merekah
Meraung pun percuma
Matanya remang menatap hidup
Ini kisahnya
Gadis kecil di pinggir jalan
Mengharap ilmu dari siapa saja
Trotoar, debu, aspal, apa pun
Namun sayang
Angin saja enggan mengintip
Anak-anak berjalan; bergandengan tangan
Bertopi, berdasi, bertas, bersepatu
Bermewah-mewah dengan yang mereka punya
Tertawa lepas sepulang sekolah
Ia terdiam…
Matanya menggambar sendu
Hatinya yang menangis namun langitlah yang basah
Asap knalpot bertaburan di wajah
Adakah manusia di balik kaca-kaca itu
Yang peduli akan Pendidikan yang tak pernah ia cecap
Ah…
Jangankan Pendidikan
Hidup dan mati pun semua bisu
Contoh Puisi Pendidikan – Demikian kumpulan contoh puisi pendidikan untuk ungkapkan perasaan kamu kepada guru. terlebih lagi kita akan memperingati hari guru, maka contoh puisi pendidikan ini bisa jadi pilihan kamu untuk dibacakan di depan guru kalian semua. Puisi untuk guru ini mungkin hanya kata-kata saja namun sangat bermakna bagi mereka bila di ungkapkan dengan sepenuh hati
Baca juga : Pengertian Syair |